CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS

Selasa, 16 Juni 2009

Proliga


PERHELATAN Liga Bola Voli Profesional (Proliga) terus mengembangkan sumbangsihnya bagi prestasi Timnas Indonesia. Melalui Sampeorna Hijau Proliga, Indonesia mampu berbicara, khususnya pada ajang SEA Games. Sejak digelar pada 2002, Tim Merah Putih selalu menancapkan tajinya sebagai yang terkuat.

Pasa SEA Games 2003 (Vietnam) dan 2007 (Thailand), Indonesia menyabet medali emas. Momen kurang menyenangkan terjadi di SEA Games 2005 (Filipina). Ketika itu, Indonesia hanya mampu menyumbangkan medali perak. Yang jelas, prestasi itu tidak lepas dari tertatanya jadwal kompetisi bola voli di Indonesia.

Memang, prestasi bisa dijadikan sisi menarik tentang bagaimana sumbangsih Proliga. Namun ada momen menarik, sekaligus mematahkan dominasi jumlah penonton cabang sepakbola. Selama ini, hanya pertandingan sepakbola yang mampu menyedot penonton dengan jumlah besar.

Pada musim Proliga 2008 ini, pembina olahraga, khususnya bola voli bisa melihat animo masyarakat di setiap pertandingan Proliga.

Stadion atau hall olahraga yang digunakan sebagai arena pertandingan tidak pernah sepi dari penonton. Para pemerhati bola voli Indonesia berduyun-duyun datang ke stadion. Tidak peduli, pertandingan tersebut berlangsung di Jakarta atau daerah lain, penonton tetap memadati kursi stadion.

Puncaknya, ketika Proliga digelar di GOR Pangukan, Sleman, Minggu, 9 Maret 2008. Panitia Proliga menghentikan laga antara Bantul Yuso Tomkins dan Jember Pemkab. Keputusan itu merupakan buntut kerusuhan penonton yang terjadi di dalam GOR Pangukan.

Kericuhan tersebut berawal ketika smes pemain Yuso, Andri Widiatmoko dinyatakan masuk oleh hakim garis pada kedudukan 27-28, set ketiga. Namun para pemain Pemkab menganggap bola itu keluar. Mereka pun memprotes wasit Purdianto.

Saat masih terjadi protes, pemain Yuso, Sodikin melakukan servis. Padahal wasit belum meniup peluit. Bola jatuh ke Hadi Esmanto. Pemain senior ini emosi dan menendang bola itu ke arah penonton. Penonton pun marah dan melempar botol-botol minuman ke lapangan.

Dalam sejarah bola voli Indonesia, ini merupakan kali pertama terjasi kericuhan yang dilakukan penonton. Biasanya, penonton bola voli lebih tenang dan profesional dalam menyikapi hasil pertandinga.

Hal itu merupakan realita bahwa pertandingan bola voli sudah menjadi bagian penting bagi masyarakat luas. Dominasi sepakbola sebagai cabang yang mampu menyedot penonton dalam jumlah besar bisa dimbangi bola voli. Apalagi, para penonton Proliga pun datang dari berbagai kalangan, sama seperti sepakbola.

Kita jangan melihat kericuhan itu. Sebaliknya, bagaimana agar kualitas Proliga terus ditingkatkan. Salah satunya, kepemimpinan wasit, hakim garis dan profesional para pemain. Pasalnya, kericuhan dalam pertandingan tidak selalu dihembuskan oleh penonton.

Saat kericuhan, Direktur Proliga Hanny Surkatty juga mengatakan, pihaknya tidak mencari kesalahan, melainkan solusi guna menyelesaikan masalah tersebut.

Tentunya, fakta tersebut harus menjadi perhatian khusus bagi PP PBVSI, panitia Proliga, dan Sampoerna Hijau. Bila kemasan pertandingan Proliga lebih menarik perhatian, bukan mustahil bola voli menjadi salah satu industri olahraga di Indonesia.

Panitia juga tetap memperhatikan unsur keamanan agar investor tertarik menjadikan bola voli sebagai industri. Bukan tidak mungkin, Indonesia menjadi barometer bola voli di kasawan Asia.

Seandainya harapan tersebut bisa terwujud, peluang Proliga menjadi liga terbaik di Asia bisa terwujud. Sekarang, tinggal perangkat Proliga berjuang merealisasikan peluang emas tersebut.
(fmh)

0 komentar: