Asap putih yang membumbung tinggi itu berasal dari reservoir panas bumi yang berada di bawah permukaan bumi. Asap itu adalah uap (air) panas bertekanan tinggi (steam) yang berhasil dikeluarkan dengan cara pemboran (drilling).
Semakin ke bawah, temperatur bawah permukaan bumi semakin meningkat atau semakin panas. Panas yang berasal dari dalam bumi dihasilkan dari reaksi peluruhan unsur-unsur radioaktif seperti uranium dan potassium. Reaksi nuklir yang sama saat ini masih terjadi di matahari dan bintang-bintang yang tersebar di jagad raya. Reaksi ini menghasilkan panas hingga jutaan derajat celcius. Permukaan bumi pada awal terbentuknya juga memiliki panas yang dahsyat. Namun setelah melewati masa milyaran tahun, temperatur bumi terus menurun dan saat ini sisa-sisa reaksi nuklir tersebut hanya terdapat dibagian inti bumi saja. Pada kedalaman 10.000 meter atau 33.000 feet, energi panas yang dihasilkan bisa mencapai 50.000 kali dari jumlah energi seluruh cadangan minyak bumi dan gas alam yang masih tersimpan di dunia. Inilah yang menjadi sumber energi panas bumi.
Secara bahasa, kata geothermal terbentuk dari dua kata yaitu geo yang berarti bumi dan thermal yang artinya panas. Jadi istilah geothermal sama saja dengan panas bumi. Geothermal dapat dimaknai sebagai energi panas yang terbentuk secara alami dibawah permukaan bumi. Perhatikan gambar di atas. Kerak bumi (crust), yang merupakan lapisan terluar yang keras/padat berupa batu, mampu menahan aliran panas yang berasal dari bawah permukaan bumi. Sementara mantel bumi (mantle) merupakan lapisan yang semi-cair atau batuan yang meleleh atau sedang mengalami perubahan fisik akibat pengaruh tekanan dan temperatur tinggi disekitarnya. Sedangkan bagian luar dari inti bumi (outer core) berbentuk liquid. Akhirnya, lapisan terdalam dari inti bumi (inner core) berwujud padat.
Suatu model lapisan bumi berikut unsur-unsur yang dominan dimasing-masing lapisan tersebut telah dirilis oleh J. Marvin Herndon dalam CURRENT SCIENCE, VOL. 88, NO. 7, 10 APRIL 2005. Model tersebut, sebagaimana yang ditampilkan di atas, merupakan model terakhir yang diakui oleh kalangan ilmuwan geofisika, meskipun masih diperdebatkan khususnya pada bagian inti bumi (inner core) apakah keadaannya berupa liquid (cairan) atau solid (padat) atau plasma? Adapun pada lapisan outer-core, para ilmuwan sepakat bahwa kandungan unsur pada lapisan tersebut didominasi oleh Fe (iron atau unsur besi).
Sementara itu, beberapa pakar dari University College London telah melakukan simulasi dengan superkomputer Cray T3E untuk mengukur temperatur tinggi yang bisa melelehkan besi dalam tekanan yang sangat tinggi sebagaimana yang ada di inti bumi. Hasil simulasi tersebut menunjukkan bahwa titik leleh atau titik lebur besi adalah pada suhu 6700 Kelvin pada tekanan diantara inner-core dan outer-core di perut bumi. Temuan ini mendukung model sebelumnya yang mengatakan bahwa temperatur inti bumi berkisar pada suhu tersebut.
Dari sini sebuah pertanyaan sainstifik bisa dimunculkan, yaitu darimana inti bumi mendapatkan energi panas yang dahsyat tersebut? Para ilmuwan masih percaya bahwa semua itu dihasilkan oleh reaksi fisi nuklir alamiah (geo-reaktor) yang terjadi di dalam inner-core. Itulah sebabnya dalam model (gambar) di atas, Herndon menempatkan uranium sebagai unsur yang mendominasi bagian inner-core, dimana kita semua tahu bahwa uranium adalah salah satu unsur radioaktif yang bisa menghasilkan reaksi fisi nuklir. Asumsi akan adanya georeaktor tersebut cukup tepat untuk menjawab teka-teki mengenai keberadaan isotop helium yang begitu melimpah, sekaligus juga menjelaskan fenomena variasi medan geomagnetik bumi. Demikianlah logikanya.
Mungkin ada baiknya menyaksikan film fiksi-ilmiah berjudul The Core yang bercerita tentang ekspedisi para ilmuwan menuju inti bumi. Mereka turun ke dasar bumi dari palung Mariana di samudra Pasifik yang merupakan palung terdalam di dunia dengan kedalaman mencapai 11 km. Tapi saran saya jangan buru-buru percaya sama kondisi perut bumi yang ditampilkan dalam film tersebut. Namanya juga fiksi.Air hujan (rain water) itu bisa turun dari awan disebabkan oleh pengaruh gravitasi bumi. Ketika tiba di permukaan bumi air hujan akan merembes ke dalam tanah melalui saluran pori-pori atau rongga-rongga diantara butir-butir batuan. Bila jumlah air hujan yang turun cukup deras, maka air tersebut akan mengisi rongga-rongga antar butiran sampai penuh atau jenuh. Air hujan yang sudah masuk ke tanah disebut air tanah. Kalau sudah tidak tertampung lagi, maka air hujan yang masih dipermukaan akan mengalir ke tempat yang lebih rendah. Ini disebut air permukaan. Perlu diketahui disini bahwa daya serap (atau lebih dikenal dengan istilah permeabilitas) masing-masing batuan atau lapisan batuan bervariasi tergantung jenis batuannya. Di daerah gunung api, dimana terdapat potensi panas bumi, seringkali ditemukan struktur sesar (fault) dan kaldera (caldera) sebagai akibat dari letusan gunung maupun aktifitas tektonik lainnya. Keberadaan struktur tersebut tidak sekedar membuka pori-pori atau rongga-rongga antar butiran menjadi lebih terbuka, bahkan lebih dari itu mereka menciptakan zona rekahan (fracture zone) yang cukup lebar dan memanjang secara vertikal atau hampir vertikal dimana air tanah dengan leluasa menerobos turun ke tempat yang lebih dalam lagi sampai akhirnya dia berjumpa dengan batuan panas (hot rock). Air tersebut tidak lagi turun ke bawah, sekarang dia mencari jalan dalam arah horizontal ke lapisan batuan yang masih bisa diisi oleh air. Seiring dengan berjalannya waktu, air tersebut terus terakumulasi dan terpanaskan oleh batuan panas (hot rock). Akibatnya temperatur air meningkat, volume bertambah dan tekanan menjadi naik. Sebagiannya masih tetap berwujud air panas, namun sebagian lainnya telah berubah menjadi uap panas. Tekanan yang terus meningkat, membuat fluida panas tersebut menekan batuan panas yang melingkupinya seraya mencari jalan terobosan untuk melepaskan tekanan tinggi. Kalau fluida tersebut menemukan celah yang bisa mengantarnya menuju permukaan bumi, maka akan dijumpai sejumlah manifestasi sebagaimana yang diterangkan pada halaman sebelumnya. Namun bila celah itu tidak tersedia, maka fluida panas itu akan tetap terperangkap disana selamanya. Lokasi tempat fluida panas tersebut dinamakan reservoir panas bumi (geothermal reservoir). Sementara lapisan batuan dibagian atasnya dinamakan cap rock yang bersifat impermeabel atau teramat sulit ditembus oleh fluida.
Air atau uap panas –fluida– (yang berada di perut gunung api) ternyata tidak diam ditempatnya, justru karena menerima panas dari magma, terjadilah fenomena arus konveksi. Pada awalnya, molekul-molekul fluida tersebut berusaha mentransfer atau berbagi panas kepada sesamanya hingga mencapai kesetaraan temperatur. Seiring dengan meningkatnya temperatur, volumenya bertambah dan efeknya tekanan fluida semakin naik. Akhirnya fluida mendesak dan mendorong batuan sekitarnya atau berusaha menerobos celah-celah antar batuan (fracture) untuk melepaskan tekanannya. Secara umum, tekanan di sekitar permukaan bumi lebih rendah dari pada tekanan dibawah permukaan bumi. Berdasarkan hal ini, air panas maupun uap panas yang terperangkap dibawah permukaan bumi akan berupaya mencari jalan terobosan supaya bisa keluar ke permukaan bumi. Silakan perhatikan foto di atas. Ketika mereka menemukan jalan untuk sampai ke permukaan, kita bisa melihatnya sebagai asap putih yang sesungguhnya adalah uap panas (fumarole), atau bisa juga mereka keluar dalam wujud cairan membentuk telaga air panas (hot spring), atau bisa juga berupa lumpur panas (mud pots). Semua fenomena ini adalah jenis-jenis manifestasi dari keberadaan sistem panas bumi (geothermal system). Itu merupakan tanda-tanda alam yang menunjukkan bahwa di bawah lokasi manifestasi tersebut pasti ada intrusi magma yang memanaskan batuan sekelilingnya. Berarti daerah tersebut menyimpan potensi panas bumi yang suatu saat bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi.
Kerak bumi (crust) terdiri dari dua jenis lempengan (plate) yaitu lempeng samudera (oceanic plate) dan lempeng benua (continental plate). Lempeng benua lebih tebal dibandingkan lempeng samudera. Namun densitas lempeng samudera lebih besar dari pada lempeng benua. Kedua jenis lempeng tersebut berada dalam posisi mengapung di atas mantel bumi yang berupa semi-cairan yang sangat panas yang dikenal dengan magma. Cairan panas tersebut tidak diam, melainkan berputar atau mengalir mengikuti pola konveksi akibat perbedaan temperatur yang tinggi antara inti bumi dan mantel bumi. Aliran konveksi tersebut mempengaruhi kestabilan lempeng benua dan lempeng samudera sehingga lempeng-lempeng tersebut bergerak bahkan saling bertabrakan satu sama lain. Pada saat lempeng samudera bertabrakan dengan lempeng benua, karena memiliki desitas lebih tinggi, maka lempeng samudera melesak atau menunjam (subducting) ke bawah lempeng benua. Inilah yang terjadi di bagian selatan pulau Jawa dan bagian barat pulau Sumatera. Lempengan Indo-Australia yang memuat Australia, India dan Samudera Hindia melesak ke bawah lempeng Eurasia yang memuat benua Asia, termasuk Indonesia. Pada saat menghunjam ke bagian yang lebih dalam dimana temperatur dan tekanannya lebih tinggi, lempeng samudera tersebut meleleh menjadi magma. Adanya rekahan-rekahan di bagian lempeng benua sebagai akibat dari gesekan dan tabrakan tadi membuka jalan bagi magma untuk menerobos ke atas mendekati permukaan bumi sekaligus mendorong lempeng benua membentuk gunung api. Proses ini disebut intrusi magma. Sebenarnya, deretan gunung api semacam inilah yang membentuk Sumatera, Jawa, Bali, Lombok dan pulau-pulau dengan gunung api lain sampai ke Laut Banda. Terkadang magma tersebut memperoleh jalan untuk menuju ke permukaan bumi dan muncul sebagai lava. Ini terjadi pada saat terjadi letusan gunung api.
0 komentar:
Posting Komentar